Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Konferensi Internasional bertajuk International Conference on Islamic Education (ICONIC) 2021 yang dilakukan secara virtual melalui aplikasi zoom dan disiarkan YouTube, Rabu (25/08/2021).
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Aan Hasanah, M.Ed, menyampaikan Konferensi Internasional selama dua hari dari tanggal 25-26 Agustus 2021 yang bertema “The New Era of Islamic Education, Post Pandemic Era” ini menghadirkan pembicara dari 5 benua.
Ada Prof. Popy Rufaidah, Ph. D dari Washington DC, USA memaparkan tentang New Normal: Challenges for Higher Education yang melingkupi keadaan di Amerika dan hal-hal yang dapat diadaptasi oleh Indonesia.
Dr Hisyam Al-Kamil Hamid Musa Al-Azhari dari Universitas Al Azhar, Mesir yang memaparkan tentang Pentingnya Pendidikan Karakter selama masa pandemi.
Dr Jan A. Ali dari Western Sydney University, Australia, Dr Peter Admirand dari Dublin City University, Irlandia, dan Assoc. Prof Carl J.A. Sterkens dari Universitas Radbound, Belanda. Ketiga pembicara ini memaparkan studi empiris dan gambaran kondisi pendidikan di masing-masing universitas dan negaranya selama masa pandemic.
Untuk pembicara dari Indonesia, ada Prof. Muhammad Ali Ramdhani, S.Tp., M.T, Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag RI, yang memaparkan tentang Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia selama pandemic.
Prof. Dr. Tedi Priatna M.Ag, Wakil Rektor I I yang membahas soal Pendidikan Islam setelah masa pandemic.
“Alhamdulillah untuk hari pertama penyelenggaraan Konferensi Internasional berjalan lancar dan sukses digelar. Ada sekitar 200 peserta ikut bergabung dalam diskusi ilmiah,” paparnya.
Prof Aan menjelaskan konferensi virtual ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertemukan para cendekiawan dan akademisi di berbagai belahan dunia untuk membahas hasil penelitian mereka dalam pendidikan Islam dan praktiknya di era pascapandemi.
“Wabah COVID-19 telah memaksa kita untuk berkompromi dan memastikan bahwa kehidupan serta setiap sisinya masih berjalan baik-baik saja,” tegasnya.
Menurutnya, di era teknologi informasi dan komunikasi ini, pendidikan Islam harus mampu menjawab tantangan dunia yang selalu berubah. “Pendidikan Islam harus selalu kontekstual dalam kondisi apapun karena merupakan pedoman utama bagi manusia untuk menjadi pembelajar kehidupan dan akhirat. Pandemi membuat pembelajaran virtual menjadi kebutuhan karena pendidikan harus terus berjalan,” ujarnya.
Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pembelajaran virtual belum mencapai apa yang dicapai oleh pembelajaran offline konvensional.
“Perspektif baru, khususnya tentang inovasi pascapandemi, pendidikan Islam sebagai konsekuensinya perlu diletakkan. Untuk melakukannya, kompetensi teknologi adalah suatu keharusan. Hal terpenting, redefinisi etika dalam melakukan inovasi perlu dikontekstualisasikan,” pungkasnya. (Ys)